October 2017 ~ Panwaslih Kec. Kairatu Barat

Mewujudkan Pemilu Berintegritas Melalui Sinergi Bersama

Bogor, Badan Pengawas Pemilu - Bertempat di gedung Graha Pena Kota Bogor, Minggu (29/10), Radar Bogor bekerjasama dengan Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) mengadakan acara launching dan diskusi terbuka bertajuk "mewujudkan pilkada 2018 dan pemilu 2019 yang berintegritas". Acara ini menghadirkan narasumber Abhan Ketua Bawaslu RI, Titi Anggraeni Direktur Eksekutif Perludem, Hazairin Sitepu CEO Radar Bogor, dan Syamsudin Alimsyah Direktur Kopel Indonesia.
Dalam kesempatan itu Ketua Bawaslu RI, Abhan menyampaikan hal - hal yang menjadi kewenangan Bawaslu dan jajarannya dalam Undang - Undang terbaru. "Dalam Undang - Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, Bawaslu selain mempunyai fungsi mengawasi, tapi juga mempunyai fungsi penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa", paparnya.

Selain itu Bawaslu juga siap melaksanakan amanat undang - undang terkait penguatan jajaran Bawaslu di tingkat Kabupaten/Kota yang statusnya menjadi permanen.
Dia menekankan akan pentingnya sinergi antara penyelenggara, media, masyarakat sipil, serta stakeholders untuk berpartisipasi dalam pengawasan Pemilu dengan program pengawasan partisipatif yang sudah dikembangkan Bawaslu yakni "Bawaslu mengawasi".

"Mari bersama-sama mengawal Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Karena Pilkada dan Pemilu bukan hanya milik penyelenggara tapi milik kita semua", ucapnya.

Di kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengungkapkan bahwa saat ini penyelenggara Pemilu memiliki tantangan yang berat karena dalam waktu bersamaaan harus menyiapkan Pilkada tahun 2018 dan Pemilu tahun 2019.

Dia mencontohkan, terutama wilayah Jawa Barat yang memiliki kerawanan tinggi. Karena selain jumlah pemilih yang terbesar, Jawa Barat juga rentan penduduknya percaya akan politisasi SARA dan berita - berita yang menyesatkan.

Maka dari itu peran penyelenggara dan pemantau sangat diperlukan sekali. Integritas pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum dapat diukur dari kinerja penyelenggara Pemilunya.
Sependapat dengan Titi, CEO Radar Bogor Hazairin Sitepu dan Direktur Kopel Indonesia Syamsudin Alimsyah juga menekankan pentingnya sinergi penyelenggara, media, masyarakat, dan stakeholders dalam menyelenggarakan Pesta demokrasi yang lebih baik.

Sumber: web bawaslu

Share:

Penanganan Pelanggaran, Panwas Dituntut Terampil

Bangka Tengah, Badan Pengawas Pemilu- Bawaslu menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur Bupati dan Walikota Tahun 2018 Tahap IV di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 28 Oktober s.d. 1 November 2017. Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo berharap forum ini efektif sebagai proses transfer ilmu sehingga kedepan Panwas Kabupaten/Kota menjadi lebih terampil dalam melakukan proses penanganan pelanggaran yang didalamnya berupa penerimaan laporan, temuan, klarifikasi dan kajian.

"Kami mencoba mendesain untuk bisa melatih seluruh jajaran Panwas Kabupaten Kota untuk memastikan peningkatan kapasitas ini bisa ditransfer. Kami harapkan proses belajar mengajar ini bisa memiliki kualifikasi yang baik untuk bapak ibu sekalian. Kami berharap apa yang kami lakukan ini akan bisa memberi manfaat yang lebih besar bagi peserta" ujar Ratna Dewi saat membuka Bimtek Penanganan Pelanggaran, Sabtu (28/10/2017). Kegiatan ini juga dihadiri Anggota Bawaslu Rahmat Bagja dan Fritz Edward Siregar, serta Kepala Bagian Temuan dan Laporan Pelanggaran Yusti Erlina.

Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu ini juga mengharapkan, dengan adanya Bimtek Penanganan Pelanggaran ini panwas tidak melakukan kesalahan dalam mengambil kesimpulan sebuah kasus dugaan pelanggaran. Senada, Anggota Bawaslu Rahmat Bagja meminta panwas dapat bekerja lebih profesional. Sedangkan Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menegaskan bahwa syarat yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pengawas adalah harus punya pengetahuan, keahlian dan kematangan.
 
Sumber: Web Bawaslu
Share:

BAWASLU TINGKATKAN TRANSPARANSI PELAYANAN INFORMASI

Jakarta, Badan Pengawas Pemilu - Bawaslu terus berupaya meningkatkan transparansi dalam pelayanan informasi publik. Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar menjelaskan, sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi, Bawaslu mendukung adanya transparansi dalam pelayanan informasi sehingga jajaran di Bawaslu harus responsif terhadap permintaan informasi masyarakat.

"Untuk informasi yang tidak dikecualikan, kita harus menyampaikan informasi yang diminta masyarakat secara transparan," jelas Fritz dalam acara FGD Membangun Ssitem Pelayanan dan Pengelolaan Informasi Publik Tahap II di Bawaslu RI di Jakarta, Kamis (26/10/2017).

Fritz menegaskan, Bawaslu akan memperbaiki kerja pelayanan agar masyarakat bisa cepat mendapatkan informasi yang berkaitan dengan Bawaslu.

"Dalam memberikan pelayanan informasi, kita upayakan secepat mungkin agar kepercayaan publik dapat terbangun terhadap Bawaslu," ujar Fritz

Hal ini, sambung Fritz, agar tidak menjadi sengketa informasi karena Bawaslu dianggap tidak responsif dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Pun terkait dengan persoalan transparansi, Fritz berharap, tidak ada anggapan masyarakat yang menyatakan Bawaslu tidak terbuka dalam menyampaikan informasi.

Hal senada juga disampaikan Anggota Bawaslu RI Rachmat Bagja. Bagja mengatakan, perlu dirumuskan apa saja informasi yang dikecualikan. "Agar masyarakat tidak salah paham mana informasi yang boleh diminta dan tidak diminta, maka informasi yang dikecualikan ini harus segera ada. Hal ini ditujukan agar tidak terjadi sengketa informasi," ujar Bagja.

Sumber: web bawaslu
Share:

PERFORMA KELEMBAGAAN DITENTUKAN PENGELOLAAN ADMINISTRASI

Manado, Badan Pengawas Pemilu -Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mengatakan, performa suatu lembaga akan ditentukan oleh pengelolaanadministrasi lembaga tersebut, mulai dari perencanaan penganggaran, pelaksanaan, sampai pada pelaporan.
Menurut Afif, kesuksesan pengawasan Pemilu, tidak hanya diukur dalam mengawal proses Pemilu saja tetapi juga ketika mampu mengelola anggaran tanpa ada masalah pada pertanggungjawaban keuangan dan hukum.
"Pengawas Pemilu dalam menjalankan kewenangannya, harus bisa ditopang dengan hal-hal yang secure dan terukur sehingga bisa dipertanggunjawabkan," ujar Afif dalam Rapat Penelitian dan Reviu Penyusunan RKA-K/L Pagu Anggaran Tahun 2018 Lingkup Bawaslu Provinsi, di Manado, Rabu (25/10) malam.
Jika mampu meraih dua hal tersebut, sambung Afif, maka kepercayaan publik terhadap pengawas Pemilu akan menjadi tinggi. Hal ini menjadi modal sosial yang sangat tinggi.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Bawaslu Gunawan Suswantoro mengingatkan kepada Bawaslu Provinsi agar mampu memilah antara kegiatan yang menggunakan anggaran Pilkada 2018 yang bersumber dari APBD dan kegiatan yang menggunakan anggaran APBN untuk Pemilu 2019. Sehingga tidak terjadi duplikasi kegiatan dan laporan pertanggungjawaban keuangan.
Gunawan menjelaskan bahwa tahun 2018 nanti akan ada dua poin mata anggaran di Bawaslu Provinsi, yakni anggaran Pilkada 2018 dan anggaran Pemilu 2019 yang tahapannya beririsan.
"Ini sangat berisiko. Jadi saya mohon bantuan dari Bawaslu Provinsi untuk membantu mengontrol anggaran di kabupaten/kota," tutupnya.

sumber: Web bawaslu
Share:

Regulasi Perbawaslu 2017

Silahkan klik di sini untuk memperoleh filenya...
Share:

Sosialisasi di Makassar, Ratna Dewi: Makna Pemilu adalah Pengawasan oleh Rakyat

Makassar, Badan Pengawas Pemilu - Anggota Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo mengungkapkan bahwa proses pemilihan/pemilu itu sesungguhnya juga bermakna sebagai pengawasan oleh rakyat. Dalam proses Makassar, Badan Pengawas Pemilumemilih, masyarakat melakukan proses evaluasi terhadap kepemimpinan nasional maupun tingkat lokal.

Hal itu disampaikan oleh Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu tersebut dalam Sosialisasi Tatap Muka Kepada Stakeholders dan Masyarakat Pada Pilkada Serentak 2018 di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (20/10).

"Maka rakyat harus diberi kesempatan luas dalam memilih siapa yang dikehendaki untuk memimpin, terutama pada pemilihan lokal," ujarnya.

Menurut Ratna Dewi Pettalolo, masyarakat harus dilibatkan sejak awal dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu pemilihan atau pemilu untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam suatu proses pemilihan/pemilu tersebut.

"Tanggungjawab pengawasan pemilu harus melibatkan masyarakat sebagai "ujung tombak", karena masyarakat yang paling berkepentingan dalam kesuksesan suatu pemilihan/pemilu," terangnya.

Terkait pelibatan aktif masyarakat ini juga, Anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan Fatmawati menjelaskan hal tersebut akan meningkatkan kualitas hasil pemilihan serentak dan pemerintahan yang akan datang khususnya di Sulawesi Selatan.

"Oleh karena itu, Bawaslu Sulawesi Selatan nantinya akan lebih sering menyelanggarakan kegiatan-kegiatan sosialisasi yang melibatkan peran aktif dari seluruh elemen masyarakat dan stakeholders," terangnya.

Sementara itu, dalam kegiatan yang dirancang oleh Bawaslu untuk memberikan pemahaman pengawasan pemilu kepada masyarakat ini, dihadiri oleh Panwaslih Kabupaten/Kota se Provinsi Sulawesi Selatan, mahasiswa dan juga organisasi kemasyarakatan serta beberapa unsur satuan kerja pemerintah daerah di Kota Makassar.

Sumber: Web Bawaslu
Share:

Sejarah Pengawasan

   Dalam sejarah pelaksanaan pemilu di Indonesia, istilah pengawasan pemilu sebenarnya baru muncul pada era 1980-an. Pada pelaksanaan Pemilu yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada 1955 belum dikenal istilah pengawasan Pemilu. Pada era tersebut terbangun trust di seluruh peserta dan warga negara tentang penyelenggaraan Pemilu yang dimaksudkan untuk membentuk lembaga parlemen yang saat itu disebut sebagai Konstituante.

  Walaupun pertentangan ideologi pada saat itu cukup kuat, tetapi dapat dikatakan sangat minim terjadi kecurangan dalam pelaksanaan tahapan, kalaupun ada gesekan terjadi di luar wilayah pelaksanaan Pemilu. Gesekan yang muncul merupakan konsekuensi logis pertarungan ideologi pada saat itu. Hingga saat ini masih muncul keyakinan bahwa Pemilu 1955 merupakan Pemilu di Indonesia yang paling ideal.

    Kelembagaan Pengawas Pemilu baru muncul pada pelaksanaan Pemilu 1982, dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu). Pada saat itu sudah mulai muncul distrust terhadap pelaksanaan Pemilu yang mulai dikooptasi oleh kekuatan rezim penguasa. Pembentukan Panwaslak Pemilu pada Pemilu 1982 dilatari oleh protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh para petugas pemilu pada Pemilu 1971. Karena palanggaran dan kecurangan pemilu yang terjadi pada Pemilu 1977 jauh lebih masif. Protes-protes ini lantas direspon pemerintah dan DPR yang didominasi Golkar dan ABRI. Akhirnya muncullah gagasan memperbaiki undang-undang yang bertujuan meningkatkan ‘kualitas’ Pemilu 1982. Demi memenuhi tuntutan PPP dan PDI, pemerintah setuju untuk menempatkan wakil peserta pemilu ke dalam kepanitiaan pemilu. Selain itu, pemerintah juga mengintroduksi adanya badan baru yang akan terlibat dalam urusan pemilu untuk mendampingi Lembaga Pemilihan Umum (LPU).

    Pada era reformasi, tuntutan pembentukan penyelenggara Pemilu yang bersifat mandiri dan bebas dari kooptasi penguasa semakin menguat. Untuk itulah dibentuk sebuah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat independen yang diberi nama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi campur tangan penguasa dalam pelaksanaan Pemilu mengingat penyelenggara Pemilu sebelumnya, yakni LPU, merupakan bagian dari Kementerian Dalam Negeri (sebelumnya Departemen Dalam Negeri). Di sisi lain lembaga pengawas pemilu juga berubah nomenklatur dari Panwaslak Pemilu menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).

    Perubahan mendasar terkait dengan kelembagaan Pengawas Pemilu baru dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Menurut UU ini dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu dibentuk sebuah lembaga adhoc terlepas dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan. Selanjutnya kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai dengan tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, sebagian kewenangan dalam pembentukan Pengawas Pemilu merupakan kewenangan dari KPU. Namun selanjutnya berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap judicial review yang dilakukan oleh Bawaslu terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, rekrutmen pengawas Pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan dari Bawaslu. Kewenangan utama dari Pengawas Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 adalah untuk mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana pemilu, serta kode etik.

   Dinamika kelembagaan pengawas Pemilu ternyata masih berjalan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Secara kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan kembali dengan dibentuknya lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan Pengawas Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi). Selain itu pada bagian kesekretariatan Bawaslu juga didukung oleh unit kesekretariatan eselon I dengan nomenklatur Sekretariat Jenderal Bawaslu. Selain itu pada konteks kewenangan, selain kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 juga memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.
Share:

PERHATIAN !!!

Perekrutan Pengawas TPS Pemilu 2019 akan segera dibuka,Pantau Terus Facebook,IG dan Web Panwascam Kairatu Barat Untuk Informasi selanjutnya. Terimakasih

Popular Posts

Recent Posts