Setiap pagelaran pesta demokrasi di setiap daerah pastinya akan selalu menyisakan pekerjaan rumah (PR) yang
cukup besar. Meski PR itu tampak nyata, namun seluruh elemen bangsa ini
seolah tak berdaya menyikapi masalah tersebut. PR yang selalu membayangi
yakni maraknya pelanggaran pemilu, salah satunya praktik politik uang atau yang sering di sebut Money Politik.
Selalu saja ada celah yang masih bisa dimainkan untuk tetap melakukan politik uang dalam setiap pemilu meskipun segala daya dan upaya telah dilakukan untuk membendung dan membasmi
praktik haram tersebut antara lain dengan membuat undang-undang dan peraturan.
Karena begitu susahnya mengatasi masalah tersebut, sebagian masyarakat
pesimistis dan menyebut praktik politik uang adalah penyakit kronis yang
susah disembuhkan. Bahkan ada yang ekstrem menyebutkan bahwa praktik
politik uang sudah ada sejak kita belum dilahirkan dan tak mungkin
dihapus dari bumi pertiwi ini.
Pandangan pesimistis tersebut sudah saatnya dibuang jauh-jauh dari
benak masyarakat, khususnya para penyelenggara Pemilu. Hal ini penting
untuk menumbuhkan semangat optimisme membangun sistem demokrasi yang
benar-benar bersih dan bermartabat di negeri ini.
Ada dua hal yang mendasari suburnya praktik politik uang. Pertama,
mental peserta Pemilu yang belum siap untuk kalah bertarung. Peserta
Pemilu belum siap bersaing secara sportif sesuai dengan aturan yang
berlaku. Peserta yang memiliki mental seperti ini sangat berpotensi
melakukan praktik politik uang.
Faktor kedua yakni adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap para
calon pemimpin. Maraknya kasus korupsi yang dilakukan para pemimpin
menyebabkan masyarakat muak. Banyaknya pemimpin yang mengingkari janji
saat berkampanye menjadi penyulut utama munculnya sikap apatisme
masyarakat dalam setiap pesta demokrasi. Alhasil, para calon pemimpin
itu berupaya membujuk masyarakat agar mau memilih dengan imbalan uang.
Sebagian besar masyarakat yang terjerumus ke dalam lembah money
politic itu belum memahami dampak negatif dari politik uang.
Keterbatasan informasi terhadap dampak negatif itu menjadikan mereka
berfikir instan dan cenderung egois.
Inilah yang menjadi tugas Pengawas Pemilu untuk memberikan pencerahan
kepada masyarakat tentang bahaya atau dampak negatif dari money
politic. Panwaslu harus mampu memberikan informasi yang utuh kepada
masyarakat tentang arti penting Pemilu bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Kegiatan ini merupakan bagian dari pendidikan politik yang
harus dilakukan Panwaslu disemua level.
Menebar virus kebaikan itu tentu membutuhkan mental yang tangguh demi terwujudnya Pemilu yang bermartabat.
Panwaslu semata-mata tidak saja bekerja tentang pengawasan. Lebih
dari itu, Panwaslu adalah penjaga moral Pemilu. Baik atau buruknya
proses Pemilu sangat ditentukan oleh peran aktif Panwaslu dalam mengawal
tahapan Pemilu.
Sebagai penjaga moral Pemilu, Panwaslu harus berpijak pada hati
nurani dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Hal ini akan berdampak
pada setiap kebijakan dalam menangani permasalahan Pemilu.
Terakhir, setiap anggota Panwaslu disemua tingkatan harus memiliki
sikap profesional, jujur, adil dan mandiri. Tangkas dalam bekerja, Tegas
dalam menindak.
Salam awas
Oleh : Julkifli La Ode
Kordiv Organisasi dan SDM
No comments:
Post a Comment